TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir memastikan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menghentikan pemakaian 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 yang disewa dari lessor Nordic Aviation Capital (NAC). Penyetopan pemakaian armada itu dilakukan sepihak karena negosiasi dengan pihak lessor, yakni Nordic Aviation Capital (NAC), berlangsung alot.
“Kita enggak mau dileceh-lecehkan. Pertama (Bombardier) ada kasus hukumnya. Kedua ini keadaan force majeure karena pandemi,” ujar Erick Thohir dalam konferensi pers yang berlangsung secara virtual, Rabu, 10 Februari 2021.
Garuda Indonesia telah bernegosiasi panjang untuk memutus kontrak sewa pesawat dengan NAC. Negosiasi dilakukan dengan pimpinan tinggi manajemen secara berulang-ulang.
Emiten berkode GIAA ini beralasan penggunaan pesawat Bombardier tidak efektif bagi perusahaan lantaran karakteristiknya tidak sesuai dengan tipikal penumpang Indonesia. Selain memuat kapasitas kursi yang minim, yakni 96 seat, bagasi pesawat berukuran terbatas.
Sejak mengoperasikan Bombardier, Garuda pun terus merugi sampai US$ 30 juta per tahun. Kerugian ini kian membebani keuangan perusahaan yang tergerus akibat pandemi Covid-19. Tak hanya mempersoalkan efektivitas, Garuda turut mempertimbangkan kasus hukum yang saat ini membelit Bombardier.
Kasus hukum tersebut berkaitan dengan dugaan suap kontrak penjualan pesawat perusahaan Bombardier kepada maskapai penerbangan Garuda Indonesia pada 2011. Penyelidikan sudah dilakukan oleh lembaga pemberantasan korupsi Inggris yakni Serious Fraud Office (SFO) sejak November 2020.